Sedih!!! Hidup sebatangkara ditengah hutan hanya ditemani oleh seekor kucing.
Inilah kisah yang menyayat hati dari seorang lansia sebatang kara yang bernama Suparman (64 tahun) yang harus tinggal seorang diri disebuah bangunan bambu yang sudah tak layak huni.
.
Perut lapar senantiasa menghantuinya setiap hari. Tubuh rentanya terkulai lemas dengan tatapan kosong. Tak ada keluarga maupun saudara yang dimilikinya. Hanya air mata yang terus mengalir sambil melantunkan bait-bait doa kebaikan agar bisa diberi kesabaran.
.
Rasa lapar yang melilit bukan hal baru bagi Abah Suparman. Sering kali Abah hanya Minum air putih atau makanan bekas yang sudah basi yang didapatkannya dari tempat sampah. Bisa dibayangkan bagaimana sulitnya hidup sendiri dengan segala keterbatasan, tanpa memiliki satu pun sanak saudara.
"Alhamdulillah suka nemu makanan ditempat sampah, yang penting perut bisa terisi. Soalnya ngumpulin rongsokan juga kadang dalam sebulan paling cuma 20ribu.karena dihutan seperti ini mah susah rongsokan juga, berbeda dengan dikota" ~Ungkap Abah Suparman.
.
Seumur hidupnya Abah Suparman belum pernah menikah sehingga kini dimasa tuanya Abah harus hidup seorang diri disebuah gubuk yang tak layak huni. Sebagian kayu penyangganya telah rubuh termakan usia, dindingnya sudah dilapisi terpal bekas. Jika hujan turun, air pun menggenangi gubuknya.
.
Abah hanya bisa menggigil kedinginan dipojokan sambil merintih menahan perihnya perut karena kelaparan.
Untuk bertahan hidup Abah berusaha menawarkan jasa mencari rumput. Dalam 1 karung rumput Abah jual seharga 10 ribu. Itu pun hanya 1 kali dalam seminggu belum bisa mencukupi kebutuhan sehari-harinya.
.
Sahabat kebaikan, kita bisa menemani Abah Suparman dengan mengirimkan sebungkus nasi agar bisa bertahan sampai esok hari dengan menyisihkan sebagian rezeki yang kita miliki hari ini
Sedih!!! Hidup sebatangkara ditengah hutan hanya ditemani oleh seekor kucing.
Inilah kisah yang menyayat hati dari seorang lansia sebatang kara yang bernama Suparman (64 tahun) yang harus tinggal seorang diri disebuah bangunan bambu yang sudah tak layak huni.
.
Perut lapar senantiasa menghantuinya setiap hari. Tubuh rentanya terkulai lemas dengan tatapan kosong. Tak ada keluarga maupun saudara yang dimilikinya. Hanya air mata yang terus mengalir sambil melantunkan bait-bait doa kebaikan agar bisa diberi kesabaran.
.
Rasa lapar yang melilit bukan hal baru bagi Abah Suparman. Sering kali Abah hanya Minum air putih atau makanan bekas yang sudah basi yang didapatkannya dari tempat sampah. Bisa dibayangkan bagaimana sulitnya hidup sendiri dengan segala keterbatasan, tanpa memiliki satu pun sanak saudara.
"Alhamdulillah suka nemu makanan ditempat sampah, yang penting perut bisa terisi. Soalnya ngumpulin rongsokan juga kadang dalam sebulan paling cuma 20ribu.karena dihutan seperti ini mah susah rongsokan juga, berbeda dengan dikota" ~Ungkap Abah Suparman.
.
Seumur hidupnya Abah Suparman belum pernah menikah sehingga kini dimasa tuanya Abah harus hidup seorang diri disebuah gubuk yang tak layak huni. Sebagian kayu penyangganya telah rubuh termakan usia, dindingnya sudah dilapisi terpal bekas. Jika hujan turun, air pun menggenangi gubuknya.
.
Abah hanya bisa menggigil kedinginan dipojokan sambil merintih menahan perihnya perut karena kelaparan.
Untuk bertahan hidup Abah berusaha menawarkan jasa mencari rumput. Dalam 1 karung rumput Abah jual seharga 10 ribu. Itu pun hanya 1 kali dalam seminggu belum bisa mencukupi kebutuhan sehari-harinya.
.
Sahabat kebaikan, kita bisa menemani Abah Suparman dengan mengirimkan sebungkus nasi agar bisa bertahan sampai esok hari dengan menyisihkan sebagian rezeki yang kita miliki hari ini
Bagikan tautan ke media sosial