Setiap hari, Pak Uut mengais rezeki dari memulung, meski hanya punya satu tangan yang bisa digunakan, itu pun sudah bengkak dan tak lagi berfungsi dengan baik.
Dengan kondisi fisik yang sangat terbatas, ia tetap memaksa diri keluar rumah demi sesuap nasi. Tak ada alat bantu, tak ada kemudahan. Hanya niat dan harapan agar keluarganya bisa tetap makan hari ini.
Rumahnya nyaris roboh dan tak ada air bersih. Untuk sekadar mandi atau mencuci, Pak Uut harus berjalan sekitar 500 meter ke MCK umum, meski tubuhnya lelah dan kaki sering sakit.
Istrinya pun tak bisa banyak membantu. Sakit-sakitan, hanya bisa terbaring di rumah. Di tengah kondisi yang begitu berat, Pak Uut tetap bertahan. Ia memilih melawan rasa sakit demi keluarganya.
Yuk bantu ringankan beban hidup Pak Uut dan keluarganya. Sedikit dari kita, bisa jadi harapan besar untuk mereka.
Setiap hari, Pak Uut mengais rezeki dari memulung, meski hanya punya satu tangan yang bisa digunakan, itu pun sudah bengkak dan tak lagi berfungsi dengan baik.
Dengan kondisi fisik yang sangat terbatas, ia tetap memaksa diri keluar rumah demi sesuap nasi. Tak ada alat bantu, tak ada kemudahan. Hanya niat dan harapan agar keluarganya bisa tetap makan hari ini.
Rumahnya nyaris roboh dan tak ada air bersih. Untuk sekadar mandi atau mencuci, Pak Uut harus berjalan sekitar 500 meter ke MCK umum, meski tubuhnya lelah dan kaki sering sakit.
Istrinya pun tak bisa banyak membantu. Sakit-sakitan, hanya bisa terbaring di rumah. Di tengah kondisi yang begitu berat, Pak Uut tetap bertahan. Ia memilih melawan rasa sakit demi keluarganya.
Yuk bantu ringankan beban hidup Pak Uut dan keluarganya. Sedikit dari kita, bisa jadi harapan besar untuk mereka.
Bagikan tautan ke media sosial