Di sebuah rumah sederhana di bilangan Subang, Jawa Barat, terbaring seorang anak remaja di atas kasur tipis dengan selimut seadanya. Dengan pandangan nanar, anak remaja itu menatap ke luar rumah lewat jendela. Ia menyaksikan teman-teman sebayanya bermain bola sore itu.
Air mata perlahan menetes ke pipinya. Tak sadar ternyata ia begitu rindu main di luar dengan bebas bersama teman-teman. Ia juga rindu belajar di sekolah dan menggunakan seragam kebanggaannya.
Namun dengan leher bengkak dan kepala pusing luar biasa setiap hari, bagaimana cara anak remaja ini bisa beraktivitas dengan normal?
“Nak, ini obatmu. Yuk, diminum,” kata seorang Ibu sambil menyorongkan beberapa butir obat dan segelas air. Si anak remaja itu hanya menerimanya tanpa kata. Ia langsung menegak habis semua obat dan lantas membaringkan diri lagi ke atas kasur. Air matanya masih membekas di pipi, terlihat oleh sang Ibu.
“Sabar ya, Nak. Ayah sedang kumpulkan uang untuk biaya operasi. Meski kerjaan Ayah juga serabutan, tapi Ibu yakin Ayah akan dapat rezeki lebih untukmu. Sabar ya, Nak. Sebentar lagi kamu juga pasti bisa main bola sama teman-teman,” hibur Ibunya dengan suara tercekat. Tak pernah tega melihat kesedihan sang anak yang harus menanggung sakit parah.
Anak remaja itu adalah Rizky (12 thn). Di usianya yang masih remaja, Rizky sudah harus berjuang bertahan hidup dari penyakit kanker kelenjar getah bening ganas yang gegoroti badannya.
Awalnya, Rizky tidak menyangka benjolan kecil di lehernya adalah cikal bakal kanker, begitu juga kedua orangtuanya. Setelah dibiarkan, benjolan itu tidak hilang seperti yang dipikirkan, malah makin membesar dan membesar.
Rizky juga sering merasa sangat pusing hingga sulit berdiri tegak. Rizky lebih sering berbaring di atas kasur. Benjolan di lehernya pun semakin bertambah hingga ia makin sulit bergerak. Rizky juga sering sekali merasa sesak napas.
Saat coba diperiksakan ke Dokter hingga melakukan proses biopsi. Ditemukanlah bahwa Rizky mengidap penyakit kanker kelenjar getah bening yang sudah cukup parah. Kanker itu bahkan membuat paru-paru Dik Rizky tergenang air hingga ia sulit bernapas. Selang langsung dipasang di badannya untuk membantu Rizky bernapas dan bertahan hidup.
Dokter mengatakan bahwa kondisi Rizky yang makin parah harus segera diberi tindakan. Operasi menjadi salah satu cara untuk bisa mengobati Rizky.
Namun sampai sekarang, Rizky masih juga belum bisa melakukan operasi terbentur dengan dana. Ia harus bertahan dengan obat-obatan seadanya karena hanya itu yang bisa dilakukan oleh orangtua Rizky. Selama ini Rizky bertahan dari bantuan tetangga dan sanak saudara yang memberikan pinjaman biaya.
Ayah Rizky yang kerja jadi buruh serabutan bahkan tidak tiap hari mendapat upah. Kalau ada pun biasanya langsung habis untuk makan keluarga. Ibu Rizky yang tadinya bekerja jadi buruh pabrik pun harus keluar karena tak ada yang bisa menjaga Rizky selain dirinya.
Apalagi rumah Rizky yang ada di Subang sangat jauh dari RS di Bandung yang bisa mengoperasi Rizky. Jaraknya sekitar 40 kilometer, tentu membutuhkan ongkos yang tidak murah untuk bolak balik dari rumah ke RS.
Sahabat, Rizky sering kali menangis kesakitan akibat penyakitnya yang makin parah. Pun sangat sedih melihat kondisinya yang belum juga membaik. Masa remaja yang indah terenggut dengan Rizky yang harus berjuang bertahan hidup.
dari target Rp 150.000.000
Di sebuah rumah sederhana di bilangan Subang, Jawa Barat, terbaring seorang anak remaja di atas kasur tipis dengan selimut seadanya. Dengan pandangan nanar, anak remaja itu menatap ke luar rumah lewat jendela. Ia menyaksikan teman-teman sebayanya bermain bola sore itu.
Air mata perlahan menetes ke pipinya. Tak sadar ternyata ia begitu rindu main di luar dengan bebas bersama teman-teman. Ia juga rindu belajar di sekolah dan menggunakan seragam kebanggaannya.
Namun dengan leher bengkak dan kepala pusing luar biasa setiap hari, bagaimana cara anak remaja ini bisa beraktivitas dengan normal?
“Nak, ini obatmu. Yuk, diminum,” kata seorang Ibu sambil menyorongkan beberapa butir obat dan segelas air. Si anak remaja itu hanya menerimanya tanpa kata. Ia langsung menegak habis semua obat dan lantas membaringkan diri lagi ke atas kasur. Air matanya masih membekas di pipi, terlihat oleh sang Ibu.
“Sabar ya, Nak. Ayah sedang kumpulkan uang untuk biaya operasi. Meski kerjaan Ayah juga serabutan, tapi Ibu yakin Ayah akan dapat rezeki lebih untukmu. Sabar ya, Nak. Sebentar lagi kamu juga pasti bisa main bola sama teman-teman,” hibur Ibunya dengan suara tercekat. Tak pernah tega melihat kesedihan sang anak yang harus menanggung sakit parah.
Anak remaja itu adalah Rizky (12 thn). Di usianya yang masih remaja, Rizky sudah harus berjuang bertahan hidup dari penyakit kanker kelenjar getah bening ganas yang gegoroti badannya.
Awalnya, Rizky tidak menyangka benjolan kecil di lehernya adalah cikal bakal kanker, begitu juga kedua orangtuanya. Setelah dibiarkan, benjolan itu tidak hilang seperti yang dipikirkan, malah makin membesar dan membesar.
Rizky juga sering merasa sangat pusing hingga sulit berdiri tegak. Rizky lebih sering berbaring di atas kasur. Benjolan di lehernya pun semakin bertambah hingga ia makin sulit bergerak. Rizky juga sering sekali merasa sesak napas.
Saat coba diperiksakan ke Dokter hingga melakukan proses biopsi. Ditemukanlah bahwa Rizky mengidap penyakit kanker kelenjar getah bening yang sudah cukup parah. Kanker itu bahkan membuat paru-paru Dik Rizky tergenang air hingga ia sulit bernapas. Selang langsung dipasang di badannya untuk membantu Rizky bernapas dan bertahan hidup.
Dokter mengatakan bahwa kondisi Rizky yang makin parah harus segera diberi tindakan. Operasi menjadi salah satu cara untuk bisa mengobati Rizky.
Namun sampai sekarang, Rizky masih juga belum bisa melakukan operasi terbentur dengan dana. Ia harus bertahan dengan obat-obatan seadanya karena hanya itu yang bisa dilakukan oleh orangtua Rizky. Selama ini Rizky bertahan dari bantuan tetangga dan sanak saudara yang memberikan pinjaman biaya.
Ayah Rizky yang kerja jadi buruh serabutan bahkan tidak tiap hari mendapat upah. Kalau ada pun biasanya langsung habis untuk makan keluarga. Ibu Rizky yang tadinya bekerja jadi buruh pabrik pun harus keluar karena tak ada yang bisa menjaga Rizky selain dirinya.
Apalagi rumah Rizky yang ada di Subang sangat jauh dari RS di Bandung yang bisa mengoperasi Rizky. Jaraknya sekitar 40 kilometer, tentu membutuhkan ongkos yang tidak murah untuk bolak balik dari rumah ke RS.
Sahabat, Rizky sering kali menangis kesakitan akibat penyakitnya yang makin parah. Pun sangat sedih melihat kondisinya yang belum juga membaik. Masa remaja yang indah terenggut dengan Rizky yang harus berjuang bertahan hidup.
Bagikan tautan ke media sosial