Di balik jalan-jalan sibuk kota, di lorong-lorong sempit
pemukiman padat, dan di pelosok daerah yang jarang tersentuh bantuan, ada
begitu banyak orang yang setiap harinya berjuang dalam diam.
Mereka bangun lebih pagi dari kebanyakan orang. Dengan
tangan kosong, mereka menyiapkan dagangan sederhana. Bukan karena mereka malas.
Bukan karena mereka tak punya keahlian. Mereka hanya tidak punya alat untuk
memulai, fasilitas untuk berkembang, atau bahkan kesempatan untuk sekadar
mencoba.
Beberapa dari mereka pernah memiliki gerobak. Tapi
termakan usia, gerobak itu kini hanya menyisakan rangka kayu yang rapuh dan
roda yang hampir copot. Mereka tetap menggunakannya, karena itu satu-satunya
cara untuk tetap berjualan.
Yang lain belum pernah punya sama sekali. Mereka hanya
bisa melihat dari jauh, membayangkan betapa nyamannya jika mereka bisa
mendorong gerobak sendiri, berhenti di satu tempat, dan melayani pembeli tanpa
harus berjalan berkilo-kilometer setiap hari.
Sementara itu, kebutuhan hidup terus berjalan. Anak butuh makan, butuh sekolah. Biaya sewa rumah, listrik, dan kebutuhan pokok datang tanpa menunggu kesiapan. Dalam kondisi serba terbatas, mereka tetap memilih untuk berusaha. Mereka tahu, menggantungkan nasib pada bantuan tidak akan selamanya menjadi solusi.
Mereka hanya butuh satu hal: kesempatan.
Kesempatan untuk memulai usaha kecil dengan alat yang
layak, dan modal awal untuk mengisi gerobak dengan dagangan.
Kesempatan untuk berdiri dengan kakinya sendiri, dengan
usahanya sendiri.
Di sinilah program Gerobak Mandiri hadir.
Kami ingin menjawab kebutuhan itu. Dengan memberikan gerobak usaha baru, memperbaiki gerobak rusak, dan memberikan modal awal, kami membuka jalan bagi keluarga dhuafa dan prasejahtera untuk kembali memiliki harapan.
Gerobak bagi kami mungkin hanya benda sederhana. Tapi
bagi mereka, itu bisa jadi titik balik hidup. Gerobak bukan sekadar alat
dagang. Gerobak adalah lambang kemandirian. Dari gerobak, mereka bisa mulai
bermimpi lagi. Tentang penghasilan yang cukup. Tentang menyekolahkan anak tanpa
cemas. Tentang masa depan yang lebih pasti.
Di balik jalan-jalan sibuk kota, di lorong-lorong sempit
pemukiman padat, dan di pelosok daerah yang jarang tersentuh bantuan, ada
begitu banyak orang yang setiap harinya berjuang dalam diam.
Mereka bangun lebih pagi dari kebanyakan orang. Dengan
tangan kosong, mereka menyiapkan dagangan sederhana. Bukan karena mereka malas.
Bukan karena mereka tak punya keahlian. Mereka hanya tidak punya alat untuk
memulai, fasilitas untuk berkembang, atau bahkan kesempatan untuk sekadar
mencoba.
Beberapa dari mereka pernah memiliki gerobak. Tapi
termakan usia, gerobak itu kini hanya menyisakan rangka kayu yang rapuh dan
roda yang hampir copot. Mereka tetap menggunakannya, karena itu satu-satunya
cara untuk tetap berjualan.
Yang lain belum pernah punya sama sekali. Mereka hanya
bisa melihat dari jauh, membayangkan betapa nyamannya jika mereka bisa
mendorong gerobak sendiri, berhenti di satu tempat, dan melayani pembeli tanpa
harus berjalan berkilo-kilometer setiap hari.
Sementara itu, kebutuhan hidup terus berjalan. Anak butuh makan, butuh sekolah. Biaya sewa rumah, listrik, dan kebutuhan pokok datang tanpa menunggu kesiapan. Dalam kondisi serba terbatas, mereka tetap memilih untuk berusaha. Mereka tahu, menggantungkan nasib pada bantuan tidak akan selamanya menjadi solusi.
Mereka hanya butuh satu hal: kesempatan.
Kesempatan untuk memulai usaha kecil dengan alat yang
layak, dan modal awal untuk mengisi gerobak dengan dagangan.
Kesempatan untuk berdiri dengan kakinya sendiri, dengan
usahanya sendiri.
Di sinilah program Gerobak Mandiri hadir.
Kami ingin menjawab kebutuhan itu. Dengan memberikan gerobak usaha baru, memperbaiki gerobak rusak, dan memberikan modal awal, kami membuka jalan bagi keluarga dhuafa dan prasejahtera untuk kembali memiliki harapan.
Gerobak bagi kami mungkin hanya benda sederhana. Tapi
bagi mereka, itu bisa jadi titik balik hidup. Gerobak bukan sekadar alat
dagang. Gerobak adalah lambang kemandirian. Dari gerobak, mereka bisa mulai
bermimpi lagi. Tentang penghasilan yang cukup. Tentang menyekolahkan anak tanpa
cemas. Tentang masa depan yang lebih pasti.
Bagikan tautan ke media sosial