Seorang anak yang bernama Lujeng (15 tahun) kini hanya bisa terbaring kaku. Semua ini bermula ketika Lujeng berumur 4 bulan dan mengalami kejang-kejang. Karena khawatir akan kondisi buah hatinya, keluarga melarikannya ke Rumah Sakit terdekat. Dokter mengatakan bahwa Lujeng mengalami pengecilan otak. Bak disambar petir, keluarga pun sangat sedih mendengar kabar tersebut. Bahkan 4 tahun silam Lujeng sempat mengalami koma.
Sesekali Lujeng terlihat bahagia karena terhibur melihat temannya yang sedang bermain di depan rumahnya. Namun sungguh memprihatinkan jika tubuh Lujeng tiba-tiba kejang dan demam. Keluarga pun bergegas melarikannya ke Rumah Sakit terdekat. Lujeng tidak bisa bicara, hanya kedipan mata dan erangan sebagai isyarat bahwa lapar ataupun dalam kondisi yang tidak nyaman. Jari-jarinya kaku, lidahnya kelu untuk bicara, dan kakinya kerap kali tremor/bergerak sendiri. Nafasnya sesak dan terdengar sangat menghimpit.
Beberapa hari yang lalu Lujeng Kembali mengalami kejang-kejang hingga tak sadarkan diri. Tanpa pikir panjang, keluarga langsung membawanya ke Rumah Sakit meskipun sedang ada hajatan nikahan kakaknya. Akhirnya keluarga yang mendampingi Lujeng pun tidak bisa menyaksikan langsung akad pernikahan kakaknya Lujeng. Seminggu lebih Lujeng diopname, pun ketika dipulangkan kondisinya belum terlalu pulih.
Dari beberapa anggota keluarga seperti kakaknya dan bapaknya, Lujeng hanya nyaman dengan ibunya. Setiap ibunya di sisinya, Lujeng selalu terlihat gembira. Dengan telaten dan penuh kasih sayang ibunya merawat Lujeng. Sungguh perjuangan yang Panjang dan penuh isak air mata. Namun Ibu Lujeng, Ibu Supiyah tanpa Lelah memberikan pelayanan terbaik untuk buah hatinya dan sangat berharap agar Lujeng bisa sembuh.
“Kalau diceritakan rasanya dulu saya hampir menyerah. Tapi saya mencoba bertahan, Lujeng saja kuat sampai sekarang. Saya sebagai ibunya harus lebih kuat agar Lujeng bisa sembuh dan bermain Bersama teman-temannya.” Cerita Ibu Lujeng, Ibu Supiyah.
Dengan penghasilan yang tak menentu, bapaknya bekerja sebagai petani buruh. Jika ada yang menyuruhnya untuk mengerjakan kebun milik orang lain dengan sigap langsung dikerjakan. Namun jika tidak ada, bapaknya bingung bagaimana untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari. Penghasilannya hanya sebesar Rp. 30.000, bahkan karena belum mendapatkan uang sepeser pun keluarga rela makan hanya dengan garam.
Keadaan yang demikian tidak membuat kedua orang tua Lujeng berputus asa untuk mengobatkan Lujeng, mengupayakan kesembuhan Lujeng. Sepatu Roda Lujeng kini sudah berkarat, harus diganti dengan yang baru.
Seorang anak yang bernama Lujeng (15 tahun) kini hanya bisa terbaring kaku. Semua ini bermula ketika Lujeng berumur 4 bulan dan mengalami kejang-kejang. Karena khawatir akan kondisi buah hatinya, keluarga melarikannya ke Rumah Sakit terdekat. Dokter mengatakan bahwa Lujeng mengalami pengecilan otak. Bak disambar petir, keluarga pun sangat sedih mendengar kabar tersebut. Bahkan 4 tahun silam Lujeng sempat mengalami koma.
Sesekali Lujeng terlihat bahagia karena terhibur melihat temannya yang sedang bermain di depan rumahnya. Namun sungguh memprihatinkan jika tubuh Lujeng tiba-tiba kejang dan demam. Keluarga pun bergegas melarikannya ke Rumah Sakit terdekat. Lujeng tidak bisa bicara, hanya kedipan mata dan erangan sebagai isyarat bahwa lapar ataupun dalam kondisi yang tidak nyaman. Jari-jarinya kaku, lidahnya kelu untuk bicara, dan kakinya kerap kali tremor/bergerak sendiri. Nafasnya sesak dan terdengar sangat menghimpit.
Beberapa hari yang lalu Lujeng Kembali mengalami kejang-kejang hingga tak sadarkan diri. Tanpa pikir panjang, keluarga langsung membawanya ke Rumah Sakit meskipun sedang ada hajatan nikahan kakaknya. Akhirnya keluarga yang mendampingi Lujeng pun tidak bisa menyaksikan langsung akad pernikahan kakaknya Lujeng. Seminggu lebih Lujeng diopname, pun ketika dipulangkan kondisinya belum terlalu pulih.
Dari beberapa anggota keluarga seperti kakaknya dan bapaknya, Lujeng hanya nyaman dengan ibunya. Setiap ibunya di sisinya, Lujeng selalu terlihat gembira. Dengan telaten dan penuh kasih sayang ibunya merawat Lujeng. Sungguh perjuangan yang Panjang dan penuh isak air mata. Namun Ibu Lujeng, Ibu Supiyah tanpa Lelah memberikan pelayanan terbaik untuk buah hatinya dan sangat berharap agar Lujeng bisa sembuh.
“Kalau diceritakan rasanya dulu saya hampir menyerah. Tapi saya mencoba bertahan, Lujeng saja kuat sampai sekarang. Saya sebagai ibunya harus lebih kuat agar Lujeng bisa sembuh dan bermain Bersama teman-temannya.” Cerita Ibu Lujeng, Ibu Supiyah.
Dengan penghasilan yang tak menentu, bapaknya bekerja sebagai petani buruh. Jika ada yang menyuruhnya untuk mengerjakan kebun milik orang lain dengan sigap langsung dikerjakan. Namun jika tidak ada, bapaknya bingung bagaimana untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari. Penghasilannya hanya sebesar Rp. 30.000, bahkan karena belum mendapatkan uang sepeser pun keluarga rela makan hanya dengan garam.
Keadaan yang demikian tidak membuat kedua orang tua Lujeng berputus asa untuk mengobatkan Lujeng, mengupayakan kesembuhan Lujeng. Sepatu Roda Lujeng kini sudah berkarat, harus diganti dengan yang baru.
Bagikan tautan ke media sosial