“Kalau panas anak-anak masih bisa tahan kak, walaupun sambil kehausan bahkan sampai ada yang sakit, tapi kalau sudah hujan proses belajar terpaksa berhenti….”
Di pelosok Lombok kisah pilu perjuangan menjadi pelita harapan keluarga kami temukan. Puluhan anak-anak terus berjuang agar bisa tetap belajar, walau dengan keterbatasan fasilitas dan ruang belajar.
Di Dusun Telaga tepatnya di Lombok Utara banyak anak-anak yang mengalami putus sekolah karena orangtua yang tak mampu membiayai hingga selesai bahkan untuk Sekolah Dasar. Wilayah yang sempat terdampak gempa lombok kala itu, menyisakan banyak anak-anak yatim piatu.
Mereka yang tinggal hanya dengan seorang ibu tunggal. Kecerdasan yang mereka miliki untuk menggapai cita-cita bisa sekolah tinggi, terpaksa harus terkubur karena keterbatasan akses belajar dan minimnya ekonomi keluarga. Untuk makan sehari saja mereka masih pas-pasan dan kebingungan, apalagi sekolah hingga SMA/Kuliah.
Setiap hari mereka hanya belajar beralaskan tikar usang yang tersisa dari runtuhan bangunan rusak. Tak ada papan tulis dan alat mengajar pun seadanya, buku, dan alat tulis menjadi barang yang sangat berharga untuk mereka. Panas dan hujan dilalui anak-anak dengan semangat yang tinggi untuk tetap bisa belajar. Terkadang terik panas membuat mereka cepat lelah, hingga berujung sakit berkepanjangan.
“Kalau panas anak-anak masih bisa tahan kak, walaupun sambil kehausan bahkan sampai ada yang sakit, tapi kalau sudah hujan proses belajar terpaksa berhenti….”
Di pelosok Lombok kisah pilu perjuangan menjadi pelita harapan keluarga kami temukan. Puluhan anak-anak terus berjuang agar bisa tetap belajar, walau dengan keterbatasan fasilitas dan ruang belajar.
Di Dusun Telaga tepatnya di Lombok Utara banyak anak-anak yang mengalami putus sekolah karena orangtua yang tak mampu membiayai hingga selesai bahkan untuk Sekolah Dasar. Wilayah yang sempat terdampak gempa lombok kala itu, menyisakan banyak anak-anak yatim piatu.
Mereka yang tinggal hanya dengan seorang ibu tunggal. Kecerdasan yang mereka miliki untuk menggapai cita-cita bisa sekolah tinggi, terpaksa harus terkubur karena keterbatasan akses belajar dan minimnya ekonomi keluarga. Untuk makan sehari saja mereka masih pas-pasan dan kebingungan, apalagi sekolah hingga SMA/Kuliah.
Setiap hari mereka hanya belajar beralaskan tikar usang yang tersisa dari runtuhan bangunan rusak. Tak ada papan tulis dan alat mengajar pun seadanya, buku, dan alat tulis menjadi barang yang sangat berharga untuk mereka. Panas dan hujan dilalui anak-anak dengan semangat yang tinggi untuk tetap bisa belajar. Terkadang terik panas membuat mereka cepat lelah, hingga berujung sakit berkepanjangan.
Bagikan tautan ke media sosial