Kasian, Anak-anak Saya Sering Disebut Orang Gila!!!

16 May 2023

"Kasihan anak-anak saya sering di sebut  gila, tetanggapun enggan datang berkunjung karena takut entah jijik mungkin melihat keluarga kami" Mak Eti menyampaikan sambil tertunduk.

Sungguh memilukan memang melihat keluarga Pak Pudin (61 tahun) dan Mak Eti ( 54 tahun) seluruh anak mereka berada dalam kondisi istimewa kemungkinan berada dalam kondisi tuna grahita dan belum pernah mendapat diagnosa medis.

 

uus ( 30 tahun) hanya mengenyam sekolah dasar Umum sampai kelas 2, karena sering di bully dan tidak dapat mengikuti pelajaran akhirnya harus putus sekolah, kini ia hanya dapat bekerja membantu sang ibu mencari kayu bakar dan kadang ikut memulung. Pernahpun dia ikut bekerja menyortir sampah Ia hanya di upah Rp. 5000 oleh sang juragan untuk seharian Dia bekerja. Entah karena dia tidak cakap bekerja atau entah karena alasan lain sehingga Dia hanya di upah Rp. 5000 untuk bekerja seharian. Akhirnya mak Eti melarangnya untuk kembali bekerja.

 

Sang adik Hendar ( 24 tahun) bahkan sama sekali tidak pernah mengenyam pendidikan, karena selain kurang secara kognitif, Hendarpun sulit untuk berkomunikasi, sehingga praktis keseharian nya hanya di habiskan untuk luntang-lantung kesana kemari. Paling membantu orang tua secara alakadarnya itupun jika perintah itu dia mengerti.

 

Mariah (19 tahun) kondisinya yang paling memprihatinkan karena Maria Sepertinya mengalami kelumpuhan Otak, sehingga dia tidak dapat berdiri bahkan seluruh badanya kaku dan tidak dapat berbicara, yang mampu Ia lakukan hanya duduk dan untuk berpindah tempat dia hanya bisa mengesot atau di angkat oleh sang Ibu. Ia sama sekali tidak pernah bersekolah.

 

Sedangkan si Bungsu Mutoharoh (13 tahun) saat ini masih bersekolah di sekolah dasar umum meski Dia mandek di kelas 3 karena tidak mampu mengikuti pelajaran umum. Namun setiap hari Ia masih semangat untuk berangkat sekolah. Mutoharoh adalah sosok yang paling ceria dan senang berceloteh dibandingkan ke tiga kakaknya.

 

Keluarga ini tinggal di sebuah gubuk semi permanen yang jauh dari kata layak secara berdesakan, jangankan perabotan bahkan pakaian merekapun hanya di simpan begitu saja dalam karung2 bekas. Hanya dua buah kasur tipis  yang telah kusam yang tampak di dalam rumah. Bahkan kamar mandi nyapun berada menyatu dengan dapur dan tanpa sekat atau penghalang. Gelap, pengap serta tiang-tiang yang lapuk semakin menegaskan segala keterbatasan mereka.

 

Bukan tidak mau membawa anak-anaknya periksa ke dokter atau memberikan yang kehidupan yang lebih layak, namun penghasilanya sebagai buruh serabutan dan pemulung membuat Pak Pudin dan Mak Eti kesulitan bahkan hanya untuk sekedar makan. Serta pendidikan yang rendah serta ketiadaan keahlian membuat kondisi mereka semakin sulit. Padahal keduanya adalah pekerja keras dari mulai memulung, jadi buruh panggul kayu sampai menjadi penyabit rumput dan buruh kebun pernah mereka lakukan dan masih mereka lakukan. Namun seluruh pekerjaan tersebut hanya menghasilkan Rp. 30.000 sampai Rp 40.000 saja itupun jika mereka sehat dan ada orang yang meminta jasanya.

 

Jika tidak ada maka keluarga ini harus bertahan hidup dengan  rebus singkong dan daun-daunan yang ada di sekitar hutan di dekat rumah mereka.

 

Bahkan ketika kami datang berkunjung dan membawa buah tangan Alakadarnya, mereka terlihat lahap menyantap apa yg kami bawa seolah sudah beberapa hari mereka belum makan, bahkan Hendar langsung memakan mi instan yang kami bawa begitu saja tanpa di masak, hanya dengan menyeduhnya dengan air dingin pun Mariah langsung di suapi mi instan seduhan Hendar tersebut oleh sang Ibu.

 

Sedangkan kondisi Pak Pudin dan Mak Eti tidak kalah memprihatinkan, Pak Pudin mengalami benjolan dan kebongkokan di tulang belakang akibat terjatuh saat memanggul Kayu, sedangkan mak Eti memiliki benjolan sebesar kepalan tangan orang dewasa di perut kirinya.

"Sakit ya sakit cuman gak pernah di rasa, kalau di rasa nanti kita gak kerja, kalau gak kerja anak-anak kami mau makan apa" Ungkap Mak Eti dan Pak Pudin menanggapi pertanyaan kami

 

Insan Baik, mari kita bantu menghadirkan kehidupan yang lebih layak untuk keluarga pak Pudin dengan memberikan doa dan donasi terbaik kita. Sekecil apapun donasi yang di berikan akan sangat bermanfaat untuk keluarga ini.

 

Disclaimer, Donasi yang terterkumpul akan di pergunakan untuk memenuhi segala kebutuhan keluarga pak Pudin serta untuk penerima manfaat lain yang berada dalam pendampingan Yayasan Amal Baik Insani


Belum ada update
Dana terkumpul

Rp 556.000

dari target Rp 100.000.000

 
  • 21
    Donasi
  • 3
    Bagikan
  • 0
    hari lagi
Campaign telah berakhir/selesai
Amal Baik Insani
Donasi
Ayobantu Indonesia
AyoBantu Galang Dana

Jadi fundraiser untuk campaign ini

Gabung

Kasian, Anak-anak Saya Sering Disebut Orang Gila!!!

Sosial
Dana terkumpul

Rp 556.000

 
Target: Rp Rp 100.000.000
  • 21
    Donasi
  • 3
    Bagikan
  • 0
    hari lagi
Selesai
Campaign telah berakhir/selesai
16 May 2023

"Kasihan anak-anak saya sering di sebut  gila, tetanggapun enggan datang berkunjung karena takut entah jijik mungkin melihat keluarga kami" Mak Eti menyampaikan sambil tertunduk.

Sungguh memilukan memang melihat keluarga Pak Pudin (61 tahun) dan Mak Eti ( 54 tahun) seluruh anak mereka berada dalam kondisi istimewa kemungkinan berada dalam kondisi tuna grahita dan belum pernah mendapat diagnosa medis.

 

uus ( 30 tahun) hanya mengenyam sekolah dasar Umum sampai kelas 2, karena sering di bully dan tidak dapat mengikuti pelajaran akhirnya harus putus sekolah, kini ia hanya dapat bekerja membantu sang ibu mencari kayu bakar dan kadang ikut memulung. Pernahpun dia ikut bekerja menyortir sampah Ia hanya di upah Rp. 5000 oleh sang juragan untuk seharian Dia bekerja. Entah karena dia tidak cakap bekerja atau entah karena alasan lain sehingga Dia hanya di upah Rp. 5000 untuk bekerja seharian. Akhirnya mak Eti melarangnya untuk kembali bekerja.

 

Sang adik Hendar ( 24 tahun) bahkan sama sekali tidak pernah mengenyam pendidikan, karena selain kurang secara kognitif, Hendarpun sulit untuk berkomunikasi, sehingga praktis keseharian nya hanya di habiskan untuk luntang-lantung kesana kemari. Paling membantu orang tua secara alakadarnya itupun jika perintah itu dia mengerti.

 

Mariah (19 tahun) kondisinya yang paling memprihatinkan karena Maria Sepertinya mengalami kelumpuhan Otak, sehingga dia tidak dapat berdiri bahkan seluruh badanya kaku dan tidak dapat berbicara, yang mampu Ia lakukan hanya duduk dan untuk berpindah tempat dia hanya bisa mengesot atau di angkat oleh sang Ibu. Ia sama sekali tidak pernah bersekolah.

 

Sedangkan si Bungsu Mutoharoh (13 tahun) saat ini masih bersekolah di sekolah dasar umum meski Dia mandek di kelas 3 karena tidak mampu mengikuti pelajaran umum. Namun setiap hari Ia masih semangat untuk berangkat sekolah. Mutoharoh adalah sosok yang paling ceria dan senang berceloteh dibandingkan ke tiga kakaknya.

 

Keluarga ini tinggal di sebuah gubuk semi permanen yang jauh dari kata layak secara berdesakan, jangankan perabotan bahkan pakaian merekapun hanya di simpan begitu saja dalam karung2 bekas. Hanya dua buah kasur tipis  yang telah kusam yang tampak di dalam rumah. Bahkan kamar mandi nyapun berada menyatu dengan dapur dan tanpa sekat atau penghalang. Gelap, pengap serta tiang-tiang yang lapuk semakin menegaskan segala keterbatasan mereka.

 

Bukan tidak mau membawa anak-anaknya periksa ke dokter atau memberikan yang kehidupan yang lebih layak, namun penghasilanya sebagai buruh serabutan dan pemulung membuat Pak Pudin dan Mak Eti kesulitan bahkan hanya untuk sekedar makan. Serta pendidikan yang rendah serta ketiadaan keahlian membuat kondisi mereka semakin sulit. Padahal keduanya adalah pekerja keras dari mulai memulung, jadi buruh panggul kayu sampai menjadi penyabit rumput dan buruh kebun pernah mereka lakukan dan masih mereka lakukan. Namun seluruh pekerjaan tersebut hanya menghasilkan Rp. 30.000 sampai Rp 40.000 saja itupun jika mereka sehat dan ada orang yang meminta jasanya.

 

Jika tidak ada maka keluarga ini harus bertahan hidup dengan  rebus singkong dan daun-daunan yang ada di sekitar hutan di dekat rumah mereka.

 

Bahkan ketika kami datang berkunjung dan membawa buah tangan Alakadarnya, mereka terlihat lahap menyantap apa yg kami bawa seolah sudah beberapa hari mereka belum makan, bahkan Hendar langsung memakan mi instan yang kami bawa begitu saja tanpa di masak, hanya dengan menyeduhnya dengan air dingin pun Mariah langsung di suapi mi instan seduhan Hendar tersebut oleh sang Ibu.

 

Sedangkan kondisi Pak Pudin dan Mak Eti tidak kalah memprihatinkan, Pak Pudin mengalami benjolan dan kebongkokan di tulang belakang akibat terjatuh saat memanggul Kayu, sedangkan mak Eti memiliki benjolan sebesar kepalan tangan orang dewasa di perut kirinya.

"Sakit ya sakit cuman gak pernah di rasa, kalau di rasa nanti kita gak kerja, kalau gak kerja anak-anak kami mau makan apa" Ungkap Mak Eti dan Pak Pudin menanggapi pertanyaan kami

 

Insan Baik, mari kita bantu menghadirkan kehidupan yang lebih layak untuk keluarga pak Pudin dengan memberikan doa dan donasi terbaik kita. Sekecil apapun donasi yang di berikan akan sangat bermanfaat untuk keluarga ini.

 

Disclaimer, Donasi yang terterkumpul akan di pergunakan untuk memenuhi segala kebutuhan keluarga pak Pudin serta untuk penerima manfaat lain yang berada dalam pendampingan Yayasan Amal Baik Insani



Belum ada update

Harapan #TemanPeduli
Fundraiser
Gabung
Kamu juga bisa bantu:
@toastr_render