27 tahun berlalu sejak tulang punggungku patah. Selama itu pula aku terbaring tanpa pernah beranjak dari tempat tidurku.
Kedua kakak yang selalu merawat dan menemaniku, kini telah berpulang menyusul kedua orangtuaku yang telah berpulang terlebih dahulu. Tatang Hidayat adalah namaku, saat ini usiaku sudah mencapai 41 tahun.
Pada saat usiaku 14 tahun, salah satu saudara memintaku untuk memanen kelapa.
Pohon kelapa tampak menjulang dihadapanku, pohon yang memiliki tinggi sekitar 12 meter ini tepat berada disamping parit kecil yang mengaliri sawah disekitarnya. Perlahan-lahan aku mulai memanjat pohon itu dengan perasaan was-was yang biasanya tak pernah aku rasakan.
Aku tengah menatap dahan kelapa terdekat untuk ku gapai, “hanya beberapa centimeter” pikirku. Satu tangan kuulurkan untuk mencapai dahan itu. Saat itulah tiba-tiba aku kehilangan keseimbangan, tubuhku melayang dengan posisi berdiri. Kakiku tegak menghantam tanah, dadaku seketika terasa sesak dan terdengar derak tulang patah di punggungku.
Dunia tiba-tiba gelap, seketika aku kehilangan kesadaranku. Rasa sakit luar biasa seketika terasa di punggungku bersamaan dengan mata yang coba aku buka. “arghh... sakit pak, bu...” kata-kata itu terus berulang dari mulutku.
Bagian bawah tubuhku mengalami kelumpuhan total. Aku tengah berada di salah satu pengobatan tradisional ahli tulang untuk mengobati tubuhku. Namun sayangnya setelah beberapa minggu berlalu, keadaanku tak kunjung membaik. Aku tau betul kondisi ekonomi keluargaku sangatlah sulit, tak ingin merepotkan akupun memaksa untuk pulang.
“ Tatang ingin pulang saja pak... bu... biarlah apapun yang terjadi Tatang ikhlas...”, itulah kata-kataku yang bisa aku ucapkan kepada kedua orangtuaku.
Dengan berat hati kedua orang tuaku beserta dengan pemerintah setempat di daerahku segera membawaku kembali ke rumah. Sejak saat itulah keseharianku berubah total, aku tak lagi mampu bebas bergerak. Aku hanya bisa terbaring diam. Bahkan untuk merubah posisi tubuhku saja aku tidak bisa, akan terasa sakit sekali bahkan untuk sekedar bergeserpun.
Tubuh bagian bawah yang telah lumpuh total, bahkan kini kedua kakiku sudah menghitam, membuatku tak mampu merasakan apapun saat aku buang air kecil atau besar. Keseharianku kini sepenuhnya tergantung pada satu-satunya keluarga yang tersisa yaitu kakak perempuanku.
Detik demi detik... hari... dan tahun perlahan berganti. Siang dan malam tak lagi terhitung mengurungku dalam ruang kecil yang mengekang.
Silih berganti orang-orang terdekatku berpulang kembali kepada sang pencipta, Saat ini hanya tinggal kakak ketiga ku Bu Edoh yang masih mengurus kebutuhanku, padahal Ia pun sudah sakit-sakitan dan kehidupannya pun tidaklah mudah.
Entah dengan cara apa aku harus membalas kebaikan mereka semua dengan keadaanku saat ini. Namun jika Tuhan berkehendak aku ingin sekali membahagiakan Kakakku entah dengan cara apa.
Insan baik, itulah sedikit gambaran curahan hati seorang Tatang Hidayat yang mampu digambarkan. Walaupun mungkin teramat jauh dari rasa sakit yang Ia alami sesungguhnya.
Ada ke hawatiran yang begitu dalam yang terucap dari lisan Ibu Edoh, "Jika saya di panggil terlebih dahulu oleh sang Maha Pencipta, siapa nanti yang mengurus dan merawat Tatang " Bergetar bibir Ibu Edoh ketika menuturkan kalimat itu seraya menahan tangis.
Bagi insan baik semua, semoga ada yang tersentuh hati untuk turut serta menjadi jalan titipan untuk mengabulkan do’a dan keinginannya ini. Mari buka hati kita, dan gerakan untuk meringankan beban hidup saudara kita ini.
Disclaimer: Donasi yang terkumpul akan digunakan untuk mewujudkan keinginan kang Tatang dan memenuhi segala kebutuhannya. Juga akan digunakan oleh penerima manfaat lainnya serta keberlangsungan program sosial kemanusiaan di bawah naungan dan pendampingan yayasan Amal baik insani.
dari target Rp 75.000.000
27 tahun berlalu sejak tulang punggungku patah. Selama itu pula aku terbaring tanpa pernah beranjak dari tempat tidurku.
Kedua kakak yang selalu merawat dan menemaniku, kini telah berpulang menyusul kedua orangtuaku yang telah berpulang terlebih dahulu. Tatang Hidayat adalah namaku, saat ini usiaku sudah mencapai 41 tahun.
Pada saat usiaku 14 tahun, salah satu saudara memintaku untuk memanen kelapa.
Pohon kelapa tampak menjulang dihadapanku, pohon yang memiliki tinggi sekitar 12 meter ini tepat berada disamping parit kecil yang mengaliri sawah disekitarnya. Perlahan-lahan aku mulai memanjat pohon itu dengan perasaan was-was yang biasanya tak pernah aku rasakan.
Aku tengah menatap dahan kelapa terdekat untuk ku gapai, “hanya beberapa centimeter” pikirku. Satu tangan kuulurkan untuk mencapai dahan itu. Saat itulah tiba-tiba aku kehilangan keseimbangan, tubuhku melayang dengan posisi berdiri. Kakiku tegak menghantam tanah, dadaku seketika terasa sesak dan terdengar derak tulang patah di punggungku.
Dunia tiba-tiba gelap, seketika aku kehilangan kesadaranku. Rasa sakit luar biasa seketika terasa di punggungku bersamaan dengan mata yang coba aku buka. “arghh... sakit pak, bu...” kata-kata itu terus berulang dari mulutku.
Bagian bawah tubuhku mengalami kelumpuhan total. Aku tengah berada di salah satu pengobatan tradisional ahli tulang untuk mengobati tubuhku. Namun sayangnya setelah beberapa minggu berlalu, keadaanku tak kunjung membaik. Aku tau betul kondisi ekonomi keluargaku sangatlah sulit, tak ingin merepotkan akupun memaksa untuk pulang.
“ Tatang ingin pulang saja pak... bu... biarlah apapun yang terjadi Tatang ikhlas...”, itulah kata-kataku yang bisa aku ucapkan kepada kedua orangtuaku.
Dengan berat hati kedua orang tuaku beserta dengan pemerintah setempat di daerahku segera membawaku kembali ke rumah. Sejak saat itulah keseharianku berubah total, aku tak lagi mampu bebas bergerak. Aku hanya bisa terbaring diam. Bahkan untuk merubah posisi tubuhku saja aku tidak bisa, akan terasa sakit sekali bahkan untuk sekedar bergeserpun.
Tubuh bagian bawah yang telah lumpuh total, bahkan kini kedua kakiku sudah menghitam, membuatku tak mampu merasakan apapun saat aku buang air kecil atau besar. Keseharianku kini sepenuhnya tergantung pada satu-satunya keluarga yang tersisa yaitu kakak perempuanku.
Detik demi detik... hari... dan tahun perlahan berganti. Siang dan malam tak lagi terhitung mengurungku dalam ruang kecil yang mengekang.
Silih berganti orang-orang terdekatku berpulang kembali kepada sang pencipta, Saat ini hanya tinggal kakak ketiga ku Bu Edoh yang masih mengurus kebutuhanku, padahal Ia pun sudah sakit-sakitan dan kehidupannya pun tidaklah mudah.
Entah dengan cara apa aku harus membalas kebaikan mereka semua dengan keadaanku saat ini. Namun jika Tuhan berkehendak aku ingin sekali membahagiakan Kakakku entah dengan cara apa.
Insan baik, itulah sedikit gambaran curahan hati seorang Tatang Hidayat yang mampu digambarkan. Walaupun mungkin teramat jauh dari rasa sakit yang Ia alami sesungguhnya.
Ada ke hawatiran yang begitu dalam yang terucap dari lisan Ibu Edoh, "Jika saya di panggil terlebih dahulu oleh sang Maha Pencipta, siapa nanti yang mengurus dan merawat Tatang " Bergetar bibir Ibu Edoh ketika menuturkan kalimat itu seraya menahan tangis.
Bagi insan baik semua, semoga ada yang tersentuh hati untuk turut serta menjadi jalan titipan untuk mengabulkan do’a dan keinginannya ini. Mari buka hati kita, dan gerakan untuk meringankan beban hidup saudara kita ini.
Disclaimer: Donasi yang terkumpul akan digunakan untuk mewujudkan keinginan kang Tatang dan memenuhi segala kebutuhannya. Juga akan digunakan oleh penerima manfaat lainnya serta keberlangsungan program sosial kemanusiaan di bawah naungan dan pendampingan yayasan Amal baik insani.
Bagikan tautan ke media sosial